30.5.10

Analisis James Burham

3. Pandangan James Burham
a. Bahwa revolusi politik dan sosial akan timbul dan diselesaikan, akan tetapi akan ada revolusi pada abad modern ini yang tidak akan pernah selesai “managerial revolution”, yang akan menimbulkan suatu kelas terpenting dalam suatu masyarakat yaitu “the managerial class”.
Administrasi dan Manajemen adalah ciri dari masyarakat modern, dimana setiap kelompok masyarakat berusaha untuk menciptakan suatu organisasi dengan adminitrasi dan manajemen yang baik. Masyarakat yang paling baik dalam mengelola organisasinya dialah yang akan paling maju, sehingga hal tersbut menimbulkan persaingan pada setiap kelompok masyarakat untuk mencapai tujuannya masing-masing. Semakin komplek perkembangan berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat makan membutuhkan administrasi yang lebih baik pula.
Hal tersebut dianggkat oleh James Burham dengan berbagai alasan terhadap fenomena politik dan sosial yang telah berkembang dan berlansung dalam perubahan dunia dekade sekarang ini. James Burham memandang bahwa politik yang berubah selalu berganti dan politik masa lalu selesai, sepeti pada kasus Stalin, Marxisme di Soviet, Facisme di Jerman, atau revolusi Prancis. Namun pada semua perubahan politik dan terselesaikan masalahnya, managemen tetap terus berlangsung dan berkembang sejalan semakin kompleknya perubahan dan perkembangan pada masyarakat. Semakin berkembangnya masyarakat maka menuntut menagemen yang lebih efektif dan efisien, karena kekacauan yang terjadi itu berawal dari kekacauan managerial.
b. Dua pendekatan berorganisasi
- Pendekatan strutural organisasi : pedekatan ini menciptakan suatu pengaturan hubungan-hubungan antara manusia dengan membentuk sebuah organisasi yang tertata dalam suatu kelembagaan yang dikelola dengan baik dan rapi.
Misalkan bagaimana masyarakat membentuk sebuah organisasi sosial seperti bernegara dsb. Hal ini bertujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang teratur guna mencpai tujuan bersama sehingga pembentukan organisasi dari mulai yang pembentukan pemerintahan negara yang besar samapi ada tingkat implementasi masyarakat seperti pranata-pranata sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan agama.
- Pendekatan keprilakukan : pendekatan ini menata dan menerapkan aturan-aturan dan norma-norma sehigga perilaku manusia dan terkontrol berdasarkan etika.
Misalkan dimana ada sangsi ada sebuah pelanggaran asusila, korupsi, dsb. Jika dalam sebuah organisasi pendekatan iini tidak berjalan maka akan terciptanya chaos atau kekacauan pada tatanan hidup masyarakat. Bagaimana revolusi Francis muncul akibat pendekatan keprilakukan tidak berjalan. Hal tersebut bisa saja terjadi pada bangsa Inodonesia dimana bangsa ini telah terperosok pada tatanan keprilakuan yang medekati pada tatanan bermasyarakat yang kacau, terjadinya kekacauan tahun 1998 dimana reformasi digulirkan, salah satu negara terklorup di dunia. Karena ranah hukum sudah tidak menampakan ketidakjelasannya.
c. Definisi Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat mengandung pengertian yaitu sebagai proses pembelajaran partisipatif baik secara individu maupun kelompok guna menggerakkan, dan mengembangkan daya serta meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat , untuk berbuat bagi dirinya sendiri secara swadaya . Yang mencakup upaya peningkatan kondisi sosial, ekonomi maupun kualitas hidup masyarakat .
Bahwa pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui program-program dan kegiatan konkrit yang bertumpu pada potensi lokal/daerah, budaya dan tingkat pengetahuan masyarakat serta memperhatikan kompleksitas permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat . Sehingga program pemberdayaan masyarakat tersebut tepat sasaran, berdayaguna dan berhasilguna .
Oleh karena itu hendaknya program pemberdayaan masyarakat bukanlah semata-mata konsep kebijakan (top down conceptual) yang harus dilaksanakan dan dipaksakan kepada masyarakat, tetapi haruslah bermuara kepada kepentingan/ kebutuhan dan aspirasi masyarakat itu sendiri (bottom up aspirative) . Walau kenyataan yang terjadi dalam penyelenggaraan pembangunan yang semata-mata pelaksanaan konsep hampir tanpa memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat .

Maka agar program pemberdayaan masyarakat dapat berjalan sesuai dengan mekanisme dan sasaran yang ingin dicapai yaitu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sangat diperlukan peran stake holders, lembaga kemasyarakatan dan institusi pendidikan melalui program terpadu, terencana dan berkelanjutan .
Program Pemberdayaan Melalui Kelompok Belajar Usaha
Sebelum sampai pada pembahasan Kelompok Belajar Usaha, dipandang perlu untuk mengetahui terlebih dahulu tentang pengertian kelompok belajar itu sendiri. Menurut Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Barat (1979 :1) yang dikutif Sutaryat Trinamansyah (1986 : 23) bahwa :
Kelompok belajar adalah suatu rumpunkegiatan belajar pendidikan luar sekolah yang terdiri dari lima sampai dengan limabelas orang dan memiliki kebutuhan yang sama, dan diorganisasikan untuk saling memberi dan menerima dimana program belajarnya disusun bersama antara warga belajar dan dilaksanakan pada saat yang disetujui bersama untuk mencapai tujuan belajar dalam rangka meningkatkan taraf hidup.
Lebih lanjut Sutaryat Trisnamansyah (1989:823) mengatakan bahwa yang dimaksud kelompok belajar usaha “ Suatu kegiatan yang membelajarkan warga masyarakat untuk mengejar ketinggalan di bidang usaha, dengan cara belajar, bekerja, dan berusaha guna memperoleh mata pencaharian sebagai sumber penghasilan yang dilaksanakan dalam kelompok belajar”
Dari definisi di atas, terdapat beberapa kesamaan pengertian crusial yang memerlukan penjelasan lebih lanjut, yaitu : rumpun kegiatan belajar, kebutuhan belajar yang sama, kebutuhan belajar yang sama, pengorganisasian untuk saling memberi dan menerima, program belajar disusun bersama, dan untuk mencapai tujuanpeningkatan taraf hidup. Dalam kelompok belajar adanya penekanan yang lebih pada belajar dan berusaha serta adanya bantuan dana guna membuka peluang dan potensi terhadap peserta pembelajaran. Adapun yang termasuk unsur-unsur yang terdapat dalam kelompok belajar usaha yaitu sebagai berikut :
a. Rumpun Kegiatan Belajar Usaha
Rumpun kelompok belajar usaha merupakan himpunan atau kumpulan dari kelompok belajar usaha yang ada dengan menggunakan pendekatan kelompok yang didasarkan atas suatu pendapat bahwa kegiatan belajar dan usaha dalam kelompok lebih efektif dibandingkan dengan kegiatan usaha perorangan meskipun jumlah anggota kelompoknya relative kecil yaitu berkisai antara lima sampai duapuluh orang.
b. Adanya kebutuhan dan Usaha yang sama
Dalam pengertian kebutuhan belajar dan berusaha sebagaimana terkandung adanya : kebutuhan, minat dan nilai. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Dohn D. Ingal (1973 :32)bahwa “ hubungan antara factor ini sebagai kebutuhan pendidikan”. Jika kebutuhan dasar erat hubungannya dengan keinginan atau kecenderungan, minat adalah factor yang terdapat dalam diri seseorang yang menyebabkan orang itu tertarik dari berbagai obyek kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam lingkungannya. Dimana minat dinyatakan sebagai suatu pilihan kebutuhan atau kesenangan terhadap sesuatu. Kesamaan ketiga factor di atas menjadi pertimbangan untuk pembentukan kelompok belajar usaha.
c. Adanya Pengorganisasian untuk Saling Memberi dan Menerima
Untuk kelancaran kelompok belajar usaha maka perlu disusun organisasi kelompok belajar yang sederhana sebagai salah satu kesepakatan yang dipilih anggota terdiri dari susunan kepengurusan (ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota) serta tugasnya masing-masing sesuai dengan keakhlian bidangnya.
Salah satu ciri yang menjadi kekhususan kelompok belajar (Kejar) usaha membedakan dengan usaha perorangan adalah kekuatan serta proses belajar yang mewarnai kegiatan usaha tersebut. Ini berarti setiap kegiatan usaha senantiasa ditandai oleh peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menumbuhkan dan mengembangkan usaha yang diarahkan pada program untuk :
(a) Membelajarkan warga belajar melalui usaha membekerjakan dan memberusahakan.
(b) Meningkatkan taraf hidup dan penghidupan warga belajarnya.
(C) Menumbuhkan dan meningkatkan sikap mental wiraswasta atau mandiri.
(d) Mengembangkan dan menggali jenis-jenis mata pencaharian yang dapat dijadikan sumber penghasilan.
(e) Meningkatkan hasil jasa dan produksi yang laku dipasaran melalui proses belajar, bekerja dan berusaha (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981 : 8).
Pernyataan di atas ada relevansinya dengan konsep dasar tentang hubungan antara warga belajar dengan sumber belajar(pembimbing). Pertama bahwa warga belajar dipandang sebagai orang yang dapat mengarahkan atau self direction, sebagai pribadi yang mandiri, dan bukan orang yang tergantung semata-mata pada orang lain. Merekalah yang dapat dipandang secara psikologis atau dewasa bila mereka meyakini dirinya, dapat mengarahkan dirinya dalam belajar bagaimana juga dalam kehidupan lainnya, mereka akan mempunyai dorongan yang kuat untuk belajar. Kedua pengalaman yang dimiliki warga belajar, sehingga suatu saat dapat bertindak karena kelebihannya dalam suatu pengalaman pengetahuan dan keterampilan. Atas dasar itulah mereka dapat saling memberi dan menerima.
d. Program Belajar Disusun Bersama
Sesuai dengan kebutuhan belajar yang hendaknya disadari oleh mereka, dan agar kegiatan belajar, bekerja dan berusaha dapat berjalan dengan baik, maka program harus disusun secara tepat dengan mengikutsertakan warga belajar untuk menyesuaikan dengan kebutuhan mereka. Satu hal yang penting dala penyusunan program yakni harus didasarkan pada “Identifikasi sumber potensi, dan identifikasi jenis-jenis mata pencaharian yang mungkin dapat dikembangkan serta hasil yang mungkin baik pemasarannya” (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981:9).
Berdasarkan hasil identifikasi ditetapkan jenis mata pencaharian atau usaha yang akan dikembangkan, kemudian disusun program yang disepakati oleh seluruh anggota.
e. Adanya Dana Belajar Usaha
Untuk dapat terlaksananya kelompok belajar usaha diperlukan adanya dana sebagai modal usaha. Adapun yang dimaksud dana belajar usaha adalah “dana sejumlah uang atau berbentuk barang/bahan/bibit untuk menggugah, membangkitkan, menumbuhkan dan mengembangkan sebagai bentuk kegiatan belajar usaha untuk menghasilkan jasa atau produksi” (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981 : 10)
Dengan demikian dana ini ditujukan hanya untuk membantu membelajarkan warga belajar yang sudah memiliki keterampilan dan sudah memanfaatkannya.

Jadi unsur usaha lebih ditekankan. Dana tersebut tidak disebut dana usaha atau modal, karena dana itu bukan modal pangkal dan bukan kredit yang harus dikembalikan. Dana ini bukan disebut juga dana belajar, karena tidak merupakan dana untuk semata-mata membiayai proses belajar saja atau penyelenggaraan kursus keterampilan melainkan dana untuk menbelajarkan dan membekerjakan melalui proses belajar, bekerja dan berusaha.
2. Tujuan Kelompok Belajar Usaha
Kelompok belajar usaha sebagai upaya dalam pendidikan luar sekolah mempunyai tujuan sebagai berikut :
a. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang usaha tertentu
b. Meningkatknya pendapatan atau penghasilan bagi warga belajar
c. Menemukan mata pencaharian bagi warga belajar yang belum mempunyai mata pencaharian.
Berdasarkan pada tujuan tersebut, maka tujuan kelompok belajar usaha adalah meningkatkan sosial ekonomi dan taraf hidup serta penghidupan warga belajar khususnya, dan masyarakat umumnya. Dimana warga belajar diharapkan sanggup untuk bisa dan biasa belajar berusaha, sehingga mereka dapat meningkatkan penghasilannya atau menambah sumber mata pencahariannya.


3. Fungsi Kelompok Belajar Usaha
Sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh kelompok belajar usaha, maka kejar usaha mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Usaha masyarakat yang menghasikan uang sebagai salah satu syarat meningkatkan taraf hidup.
b. Pusat magang bagi warga masyarakat lainnya. Sesuai dengan fungsi di atas, ada suatu hal yang menarik bahwa kelompok belajar usaha mempunyai ciri khas, yaitu kuatnya unsur belajar yang mewarnai seluruh kegiatan usaha rwesebut.
Dalam kelompok belajar usaha meningkatkanpenghasilan atau keterampilan harus senantiasa ditandai oleh peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta sikap tentang bagaimana menumbuhkan dan mengembangkan usaha.
4. Kemandirian Kelompok Belajar Usaha
Kenyataan yang masih menimpa kondisi masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat pedesaan pada khususnya yaitu pendapatan mayoritas penduduk pedesaan tetap rendah, dan terdapat kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin. Dalam kondisi pedesaan yang di dalamnya pengembangan pasti sulit diwujudkan karena banyak kekurangan baik dalam bidang materil dan non materil atau kekurangan sandang, pangan, papan, keadaan kesehatan, pendidikan, kesadaran lingkungan, harga diri, harkat dan martabat yang redah dan lain-lain. Ini berarti kualitas hidup manusianya adalah rendah. Kondisi yang demikian itu melahirkan sifat ketergantungan hamper disegala hal, sehingga menyebabkan kehilangan watak kemandirian. Dengan adanya kondisi tersebut dimana pendapatan mayoritas penduduk yang rendah, adanya kesenjangan kaya-miskin dan kurangnya partisipasi masyarakata dalam pembangunan, adalah disebabkan oleh (1) kurangnya pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM); (2) kurangnya lapangan (kesempatan ) kerja dan berusaha; (3) kurangnya pengembangan sumber daya alam; serta (4) adanya struktur masyarakat yang meningakat termasuk (a) struktur ekonomi; (b) struktur kekuasaan politik; serta struktur sosial budaya.
E. Hsil Penelitian yang Relevan
Penelaahan tertulis yang menggambarkan pelaksanaan manajemen pendidikan khususnya manajemen pendidikan luar sekolah sampai saat ini menunjukkan konsep dan wacana beragam, sehingga tidak mengherankan jika dalam realisasinta di masyarakat terdapat perbedaan yang pada ujungnya akan dipengaruhi oleh kemampuan Sumber Daya Manusia, sumber daya alam dan lingkungan di mana pelaksanaan manajemen tersebut dilaksanakan.
Mamat Rachmatulloh (2001 : 1030) menunjukkan perencanaan partisipatif yang didasarkan atas keterlibatan masyarakat, lembaga terkaut/lintas sektoral dan peserta didik belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Perencanaan belum menyeluruh dan belum terpadu sehingga terdapat kecenderungan adanya tumpang tindih program. Kemudian pada bagian lain pelibatan masyarakat dalam manajemen perkembangan/pembinaan PKBM betul-betul ada di tengah-tengah masyarakat, mengadakan kekuatan masyarakat, dimiliki oleh masyarakat, menjawab kebutuhan masyarakat, dan pengelola pendidikan yang ada di tengah masyarakat. Dari fakta tersebut menggambarkan betapa pentingnya peranan masyarakat baik secara kelembagaan maupun perorangan. Atas dasar pola pelibatan masyarakat dan lintas sektoral terhadap peningkatan kualitas program PLS tentunya ada patokan kualitas yang menjadi ukuran keberhasilan yaitu sebagaimana yang diungkapkan oleh Sihombing dalam Rachmatulloh (2001 : 152) yaitu “kriteria yang dipergunakan dapat secara langsung melihat proses maupun hasil pembelajaran dan pengelolaan PKBM”
Untuk mencapai kkeberhasilan pelaksanaan pembelajaran diperlukan strategi yang tepat yakni menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama atau subjek bukan sebagai sasaran atau objek. Berdasarkan pemikiran tersebut maka pelaksanaan pembelajaran harus memperhatikan hal-hal berikut : (1) mementingkan kepuasan masyarakat, program apapun dengan bentuk pola pengelolaan bagaimanapun, titik beratnya harus diarahkan secara optimal untuk melayani kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang merupakan tuntutan dalam memberdayakan dan membantu masyarakat untuk menemukan kekuatan dirinya sehingga mampu berkembang secara maksimal; (2) berorientasi pada pasar, program pembelajaran dkembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan harus mampu menjawab da memperhatikan kebutuhan pasar yang dituju; (3) keterkaitan dan kesinambungan program, program harus terkait dengan program lain yang sudah ada di masyarakat dan meliki sifat yang melembaga dan berkesinambungan; (4) pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengembangan, dan pendanaan,seperti yang diuraikan di atas bahwa pembelajaran adalah upaya pemberdayaan masyarakat berarti melibatkan masyarakat secara utuh dari setiap tahap agar masyarakat dapat memahami apa tujuan pembelajaran, apa masalah serta kendalanya sehingga tumbuh kesadaran apa yang dapat mereka perbuat untuk mensukseskan pembelajaran tersebut; (5) fleksibe, program pembelajaran harus disesuaikan dengan karakter, kebutuhan potensi yang berbeda dan dikembangkan berdasarkan jenis dan bentuk yang berbeda dan memiliki sistem yang fleksibel; (6) otonomi, dam perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan program masyarakat memiliki hak otonomi, dalam arti kebutuhan, aspirasi sera segala kemampuan masyarakat dituangkan dalam pelaksanaan pembelajaran; (7) pelembagaan, sosialisasi program secara terus menerus dengan memanfaatkan berbagai saluran dan fasilitas. Hal tersebut merupakan suatu bentuk perwujudan dari pemberdayaan yang mengandung makna membangun kekuatan masyarakat agar mereka mampu bersaing menghadapi masalah dan tantangan masa yang akan datang silih berganti dalam kehidupannya. Mereka yang mampu menghadapi tantangan ini hanyalah mereka yang memiliki kekuatan dalam dirinya atau innerdynamic (McClelland) dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang siap digunakan untuk mengatasi permasalahannya.
Dalam perspektif pemberdayaan masyarakat, pembelajaran merupakan satu pilihan stategi dasar (basic strategy) yang harus dinyatakan dengan beberapa hal antara lain : Pertama, memposisikan masyarakat sebagai perencana, pelaksana, dan pengelola kegiatan pembelajaran yang mengutamakan prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat, untuk masyarakat, dan di dalam lingkungan masyarakat. Kedua, menempatkan dan menjadikan masyarakat sebagai pusat orientasi pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan terkait dan terintegrasi dengan pengelolaan sumber daya alam, matapencaharian, potensi ekonomi, perkembangan sosial kemasyarakatan, norma-norma dan kebudayaan. Ketiga,mempertajam pelayanan pendidikan yang fokusnya pada kebutuhan masyarakat dan kebutuhan pasar sehingga penyelenggaraan program menunjang kehidupan masyarakat dan memiliki makna di masa depan. Keempat, membangun pilar-pilar pendidikan dalam tubuh masyarakat yaitu belajar untuk tahu, belajar bagaimana berbuat sesuatu yang bermanfaat, belajar mengenal diri sendiri, dan belajar bermasyarakat, juga belajar untuk membangkitkan kembali yang sudah terlupakan, belajar membuang apa yang tidak diperlukan, dan menggali hal-hal baru yang diperlukan oleh masyarakat untuk kelanjutan hidup (survive) di masa depan. Kelima, membangkitkan energi kreativitas masyarakat dalam penyelenggaraan pembelajaran yang dimanfatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan membebaskan dirinya dari kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Keenam, mewujudkan kehidupan masyarakat yang gemar belajar dan membelajarkan sesamanya (learning- teaching society).
Dengan demikian pembelajaran pada jalur pendidikan luar sekolah/non formal menerapkan konsep, metode dan cara belajar yang bertumpu pada masyarakat sehingga masyarakat menyadari kemampuan yang ada pada diri dan lingkungannya. Penumbuhan kesadaran akan sulit apabila ditempuh dengan cara-cara yang konservatif, konvensional dalam arti ceramah, diskusi, penugasan tanpa memberkan kepercayaan kepada masyarakat untuk mengembangkan kreasinya. Masyarakat jangan digurui, didikte, dipaksa apa yang menjadi keinginan pemerintah, tetapi sebaliknya pemerintah harus menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat, harus melepas peran sebagai penentu segalanya dalam pengembangan program belajar dan bukan berarti pemerintah mengekor pada masyarakat, melainkan pemerintah sebagai pendamping yang dapat memberikan informasi dan kontribusi dengan memegang watak atau karakter kepemimpinan serta memiliki acuan kerja dalam melaksanakan filsafat “Ing ngarso sung tulodo (menjadi panutan masyarakat), ing madya mangun karso (bila berada di antara mereka dapat memberikan semangat), dan tut wurri handayani (mengikuti dari belakang tetapi memberi peringatan (warning) bila akan terjadi penyimpangan)” maka dengan filsafat ini tujuan memberdayakan masyarakat akan makin nyata.
Agar suatu pola/nilai yang disosialisasikan menyatu dalam kehidupan masyarakat maka perlu dibangun pilar-pilar atau sendi-sendi yang memperkokoh pada proses pembelajaran yaitu dengan membangun (1) kepercayaan; (2) salingmengisi; (3) teguh pada komitmen; (4) memiliki kebermaknaan program; (5) keteladanan; dan (6) pengkaderan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar